vivixtopz

Motivasi Bisnis Komunitas

– Kembali ke Reportase –

— Halaman Muka … —

Hadi Kuntoro, dipanggil Hadi, menyebut dirinya ‘Raja Selimut’. Karena memang, selimutlah yang menjadi lead bisnisnya. Menyebar selimut Jepang berkualitas internasional yang dibuat di pabrik Indonesia ke seantero tanah air dan manca negara adalah profesinya.

Sebelumnya, selama 13 tahun bapak tiga anak ini menjadi karyawan atau TDB (Tangan di Bawah) di pabrik mobil terbesar asal Jepang. Gajinya saat itu telah lebih dari mencukupi. Namun ada sesuatu yang membuatnya tetap gelisah.

“Ada angan yang belum dapat saya dapat, dan selalu mengusik saya. Mengapa sampai saat ini saya hanya bisa hidup untuk diri dan lingkungan keluarga saja? Apa kontribusi saya untuk orang lain? Belum ada!” bisik gelisah hati Hadi beberapa tahun lalu.

Bulat tekad ia bangkit, tak mau menjadi penonton dan tukang sorak keprihatinan nasib bangsa Indonesia yang memang tengah amburadul secara ekonomi. “Saya harus melangkah menjemput angan untuk bisa lebih bermanfaat bagi 100 atau 1000, atau sejuta orang,” tekadnya.

Tepat hari pertama bulan Maret 2008, Hadi mengundurkan diri dari tempat kerjanya. Ia ingin merintis bisnis sendiri. Meski masih kecil dan sebagian besar modal didapat dari hutang, tapi Hadi optimis ia akan berhasil.

Awal 2009, omset penjualan selimut Hadi sudah mencapai 1000-2000 selimut perbulan, dengan agen-agen yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Selain usaha selimut, bersama adiknya, Hadi telah membuka toko-toko kerudung dan busana Muslim di daerah Jawa. Saat ini Hadi juga sedang menawarkan kerjasama usaha One Stop Shopping perlengkapan tidur untuk mitranya yang berlokasi di berbagai kota.

Mau tahu kunci sukses Hadi? Ia bergabung dengan jaringan TDA (Tangan di Atas), komunitas intrepreneur muda, yang gigih mengembangkan kemandirian usaha, mendobrak ketergantung tren kebanyakan masyarakat Indonesia yang lebih sukan menjadi karyawan.

Sejak berdiri di awal 2006, komunitas yang didirikan Badroni Yuzirman ini terus berkembang pesat. Sekarang, anggotanya telah hampir lima ribuan orang, tersebar di seantero Nusantara. Menurut Badroni sang founder (pendiri) yang juga pemilik dan pemimpin Manet Busana Muslim Plus, komunitas TDA bermula ketika ia dan istri memutuskan memulai bisnis menggunakan internet dan direct marketing dari rumah pada Maret 2004.

Ia mulai dengan membuat blog yang kemudian mencuri banyak perhatian pengunjung, dan terus menjadi perbincangan hangat, karena dianggap ‘memprovokasi’ orang untuk mendobrak kemapanan keasyikan menjadi karyawan. Pada Januari 2006, bersama beberapa rekan sevisi, ia dirikan TDA, dengan misi menumbuhkan semangat berwirausaha masyarakat.

Karena memang berawal dari ide komunitas maya, maka blog dan mailing list menjadi sarana utama koordinasi antaranggota mengenai usaha masing-masing dan diskusi masalah-masalah terkait bisnis. Untuk mengeratkan hububungan, kerap juga diadakan pertemuan rutin sebagai ajang silaturrahim mereka.

Melahirkan Intrepreneur

Seperti dimuat situs resmi TDA (http://www.tangandiatas.com), komunitas TDA berorientasi ingin menjadi sebuah komunitas bisnis yang bervisi menjadi Tangan di Atas, atau menjadi pengusaha kaya yang gemar memberi kepada sesamanya. Abundance atau enlightened millionaire.

Dengan filosofi bahwa menjadi Tangan di Atas lebih mulia daripada Tangan di Bawah (TDB), TDA berupaya ingin menghasilkan para pengusaha. Berbeda dengan TDB yang hanya bisa memproduksi karyawan. Motivasi para anggota TDA dilakukan dengan cara saling berbagi, mendukung dan bekerja sama dalam komunitas non profit itu.

Berbekal keyakinan dasar, bersama-sama segalanya akan lebih ringan, mereka buktikan berhasil banyak menggelar kegiatan maupun terobosan bisnis. Karena memang, aktivitas mereka bukan sekedar diskusi, debat maupun curhat urusan bisnis, tapi orientasi kerja (action oriented). Berbeda dari komunitas lain, yang cenderung lebih suka banyak berwacana atau berteori.

Untuk mempermudah klasifikasi anggota, karena terkait semangat dan upaya wirausaha mereka, member (anggota) TDA dibagi menjadi tiga kategori: TDA, yaitu member yang sudah berbisnis penuh dan tengah berupaya meningkatkan bisnisnya ke jenjang lebih tinggi. TDB, yaitu member yang masih bekerja sebagai karyawan, dan sedang berupaya berpindah kuadran menjadi TDA. Dan Ampibi, yaitu member yang masih dalam tahap peralihan dari TDB (karyawan) ke TDA, dengan melakukan bisnis secara sambilan.

Berkembangnya jaringan anggota, membuat komunitas ini kian memarakkan aktivitas. Terbangunlah banyak sayap jaringan TDA, dari jaringan kios pakaian, seluler, IT, hingga jaringan-jaringan jasa konsultasi, pendidikan dan pelatihan bisnis mandiri, maupun kegiatan sosial.

TDA Goes To Franchise, mislanya, sangat mumpuni melakukan kajian dan laboratorium konsep bisnis; TDA Peduli bekerja sama dengan Aksi Cepat Tanggap Dompet Dhuafa Republika; TDA Wealth Strategy Club yang rajin mengadakan diskusi dan penerapan wealth strategy; TDA Event Organizer spesialis penggelar kegiatan seminar, talkshow, bazar, pameran, tur, dan lain-lain.

Atau TDA Business Re-education yang aktif beraksi dalam kegiatan seminar, business game dan business coaching; TDA Business Conference di dunia maya; TDA Spiritual yang rajin melakukan pengajian bulanan; TDA Finance; TDA Business Book Club; dan lain-lain.

Nilai Tindakan

Sebagai sebuah komunitas yang pesat berkembang, tentunya membuat TDA semakin mudah melakukan kerjasama dengan banyak pihak. Imbas keuntungan bagi anggota jelas terasa. Di samping mendapatkan mind-set tentang kewirausahaan yang benar, ilmu kewirausahaan dari seminar, workshop, mastermind maupun mailing list, bersama TDA, networking dan silaturrahim mereka juga kian luas.

Berkembang pesatnya komunitas ini, tak lain berkat pancangan “Lima Nilai TDA”, yang menjadi semacam asas pengikat komunitas ini. Yaitu: Silaturrahim (saling mendukung, sinergi, komunikasi, kerja sama, berbaik sangka, teamwork, dan sukses bersama); Integritas (kejujuran, transparansi, amanah, win-win, komitmen, tanggungjawab, dan adil); Berpikiran Terbuka (continuous learning, continuous improvement, kreatif, dan inovatif); Berorientasi tindakan (semangat solutif, konsisten, persisten, berpikir dan bertindak positif, give and take, serta mindset keberlimpahan); dan Fun (menjaga keseimbangan dalam hidup).

Yulia Astuti, pemilik salon muslimah Moz5 yang kini telah memiliki banyak cabang di beberapa kota, mengakui besarnya keuntungan yang ia rasakan sejak menjadi bagian komunitas TDA. Awalnya ia terkategori sebagai Ampibi, karena awalnya ia hanya menyambi bisnis sambil berstatus karyawan di sebuah perusahaan Jepang. Namun sejak bergabung dengan TDA, ia kian termotivasi untuk berwirausaha mandiri.

Dengan dukungan motivasi dari rekan-rekan komunitas, dan bermodal ketekunan tinggi, akhirnya Yulia sukses memfranschisekan usaha yang awalnya sambilan itu. Jadilah kini Moz5 beranak cabang di banyak kota.

“TDA is My Family,” tegas Yulia. Walau terbilang pasif di dunia maya, Yulia cukup aktif mengikuti kegiatan-kegiatan offline TDA. Di komunitas ini ia rasakan indahnya silaturrahim. Di sana ia bisa berbagi, belajar, bersinergi, dan belajar banyak dari perjalanan sukses para rekannya. “Tidak semata-mata kepentingan bisnis. Kita juga dapat saudara dan sahabat, yang tentunya tak dapat dihitung nilainya dengan uang,” ujar Yulia.

Secara teori, kecenderungan kian marak munculnya komunitas-komunitas bisnis, merupakan bagian dari berkembanganya kognisi sosial (social cognition). Pakar psikologi sosial Russell Spears menyebutkan, manusia berhadapan dengan realitas sosial yang kompleks, sehingga untuk mempermudah hambatan, mereka cenderung suka membagi sesuatu dalam kategorisasi atau kelompok. Sungguh TDA salah satu contoh suksesnya teori ini.

– Kembali ke Reportase –

— Halaman Muka … —

Leave a comment